Sejarah Pendidikan di China

 Karakteristik Pendidikan di Cina

 Ada sebuah hadist mengenai pendidikan, yang dalam bahasa Indonesia berbunyi: “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dalam hadist ini muncul satu negara, yaitu negeri Cina. Dari hadist ini timbul pertanyaan, ada apa dengan pendidikan cina sehingga dapat dijadikan panutan untuk negeri lain. Dalam buku Muhammad Said dan Junimar Affan (1987: 119) yang berjudul Mendidik Dari Zaman ke Zaman dikatakan bahwa: “Di negeri Cina pendidikan mendapat tempat yang penting sekali dalam penghidupan”. Dengan mendapatkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, membuat sistem pendidikan di Cina meningkat. Sikap orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya tela melahirkan sebuah filofis orang Cina mengenai pendidikan dan pendidikan ini telah lama menjaga kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada masuknya bangsa asing ke Cina yang akan merubah wajah sistem pendidikan kuno di China. 

A. Pendidikan Cina Masa Klasik

 Permulaan pendidikan Cina kuno mencapai puncak dimulai pada Dinasti Han, dimana ajaran Kung fu Tse kembali lagi diangkat dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat Cina, yang sebelumnya ajaran ini dibrangus oleh penguasa sebelumnya. Masyarakat Cina yang menganggap pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan menjadi alat bagi filsafat, yang mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Ciri-ciri pendidikan di Cina masa klasik di antaranya adalah:

1. Pendidikan tidak dihubungkan dengan agama, tetapi dengan tradisi dan kehidupan praktis. Yang dihormati bukan pandeta tetapi leluhurnya.

2. Penyelenggara pendidikan adalah negara dan keluarga.


     Pada masa Dinasti Han banyak melahirkan para sarjana-sarjana yang kelak akan memimpin negara dan telah membuat Dinasti Han sebagai salah satu dinasti yang besar dalam sejarah Cina. Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh bekas pengikut-pengikut Kung Fu Tse ini telah melahirkan sebuah golongan yang terkenal dalam sejarah Cina dan menentukan perjalanan kekuasaan Dinasti Han, yaitu Kaum Gentry. Kaum gentry merupakan suatu komunitas orang-orang terpelajar yang telah menempuh pendidikan dan sistem ujian Negara. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh pihak pemerintahan pada saat itu pada awalnya bertujuan untuk mencari calon-calon pejabat pemerintahan yang beraliran konfusius. Jenjang pendidikan didasarkan atas tingkatan daerah administrative pemerintahan. Setiap distrik memiliki sekolah-sekolah, sampai pada akademi di ibukota kerajaan. Setiap jenjang tersebut diharuskan melewati system ujian yang terbagi ke dalam tiga tahapan. Sistem ujian ini dinilai sangat berat, dikarenakan dari banyak orang yang ikut ujian ini hanya beberapa yang berhasil lulus. Kekaisaran dinasti han telah memberikan dasar-daar pada sistem ujian di daratan Cina, walaupun selanjutnya ada perubahan dan penambahan. Sistem pendidikan ini juga membawa perubahan pada stratifikasi masyarakat dan pola prestise dalam masyarakat. System pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan pelajar secara alami membentuk kelas baru, yang pada akhirnya menggeser posisi bangsawan dalam stratifikasi masyarakat Cina

 Pada masa Dinasti Han sudah terdapat sebuah system pendidikan yang ketat. Para pegikut-pengikut konfusius yang berada di beberapa daerah distrik mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat informal. Disebut sekolah informal dikarenakan proses belajar mengajar yang dilakukan tidak terikat oleh tempat atau waktu. Dengan menggunakan gambar yang tertera dalam pembelajaran dapat diketahui metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori (ceramah). Penyimpulan ini dikarenakan yang dilakukakan serupa dengan metode ekspositori, dimana guru lebih aktif disini dalam mentransfer ilmu kepada para murid. 

 Menurut Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan (2003: 144 – 145) mengatakan bahwa ujian ini dibagi ke dalam tiga tahap atau jenjang. dua tahap ujian tersebut antara lain:

1. Ujian tingkat pertama diadakan di beberapa ibukota prefektur (kabupaten). Calon pegawai yang dapat melewati ujian tahap pertama ini diberi gelar Hsui-Tsai, bila diartikan yaitu “bakat yang sedang berkembang”.

2. Ujian tingkat dua yakni ujian tingkat provinsi untuk mencapai gelar Chu-Jen, yakni “orang yang berhak mendapatkan pangkat”. Orang-orang yang berhak mengikuti tahapan ujian ini yaitu orang-orang yang telah mendapatkan gelar Hsui-Tsai. Para peserta ujian tidak langusng mengikuti ujian, tetapi mereka diharuskan mengikuti latihan di akademi prefektur dalam rangka menghadapi persiapan ujian Chu Jen. Ujian provinsi ini diadakan tiga tahun sekali. Mereka yang dapat lulus dari ujian ini dengan nilai tertinggi akan mendapatkan tunjangan belajar.

3. Pada tahap akhir yaitu ujian tahap tiga yang diadakan di ibukota kerajaan. Ujian ini diadakan tiga tahun sekali, dilaksanakan setahun setelah ujian provinsi. Tahapan ujian bertujuan untuk mendapatkan gelar Chih Shih, yakni “sarjana naik pangkat” 

 Ujian tersebut dilaksanakan di ruang dalam bangunan-bangunan yang sangat panjang dan lurus. Bangunan panjang tersebut terdiri dari kamar-kamar kecil yang disekat. Calon pegawai tersebut tinggal di dalam kamar selama sehari untuk ujian tahap pertama, tiga hari untuk ujian tahap kedua, dan lebih lama lagi untuk ujian tahapan ketiga. Output-output yang dikeluarkan dari sistem pendidikan ini disalurkan menjadi pegawai-pegawai pemerintahan dan mereka yang gagal dalam mengikuti ujian ini akan menjadi tenaga-tenaga pengajar di daerah asalnya.

B. Kung Fu Tze (551-478 SM)

 Kebudayaan bangsa tionghoa diciptakan oleh Kung Fu Tze (551-478 SM). Tulisan-tulisan yang diciptakan oleh Kung Fu Tze melukiskan kebijaksanaan sebelumnya. Hasil pemikiran itu ditulis dan dijadikan panutan atau pedoman pengetahuan generasi selanjutnya. Jadi, pengetahuan kita tentang tiongkok timbul pada waktu Kung Fu Tze. Tujuan pendidikan mereka ialah memelihara tatapnya yang ada. Apabila meleset orang akan dapat celaan. Bangsa tiongkok tidak beragama, tetapi mereka memelihara kebiasaan memuja nenek moyang mereka. Pemujaan itu lebih dari moralitas yang dalam kebesaran ialah segala sesuatu yang sesuai dengan masa lampau, sedangkan kebajikan ialah perhatian kepada cita-cita yang sudah di tentukan oleh adat kebiasaan. Oleh karena itu, yang menjadi pokok pengajar ialah moralitas, sedangikan etika bergantung dari tradisi kuno. Oleh karena semuanya bersifat penghormatan atau hal-hal yang lampau, anak-anak dipersiapkan untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya. Maka sifat pendidikannya melatih pemimpin-pemimpin yang dapat memiliki pengetahuan-pengetahuan ajaran kuno dan kewajibannya memberikan hal-hal tersebut kepada rakyat.

 Tipe pendidikannya yang mencolok ialah adanya latihan-latihan moral, moral disini berarti tingkah laku. Bangsa tiongkok mementingkan latihan jasmani, juga (kesehatan). Mereka mengutamakan soal-soal damai dari pada perang dan pendapat bahwa kesehatan jiwa lebih tinggi dari pada perang dan pendapat bahwa kesehatan jiwa lebih tinggi daripada kesehatan badan. Basis pendidikan ialah Kung Fu Tze. 

 Di dalam sejarah ajaran Kung Fu Tze berpusat pada cita cita hidup yang baik. Mereka mementingkan bersaudaraan antar manusia meskipun persaudaraan itu ditentukan oleh kelas. Ada 5 nilai persaudaraan yang fundamental.

1. Antar Pemerintah dan Rakyat.

2. Antar Ayah dan Anak.

3. Antara Suami dan Istri.

4. Antara Kakak dan Adik.

5. Antara Teman dan Teman.

 Persaudaraan yang dikemukkan oleh Kung Fu Tze berdasarkan kepada doktrin tunduk. Rakyat tunduk kepada pemerintah. Anak kepada ayang, dan seterusnya. Dengan demikian, semua kebiasaan akan tetap terjaga. Berkaitan dengan hal tersebut, ia mengajukan 5 kewajiban utama :

Kewajiban/keutama ini merupakan cinta yang universal

Keadilan, yaitu dengan tidak adanya kemenyebelahan.

Perasaan akan perintah, yaitu menyesuaikan diri untuk dapat dipergunakan. Tiap orang mempunyai posisi masing-masing.

Berhari-hari, kejujuran hati dari pikiran, selalu berbuat jujur.

Kesetiaan, merupakan kesetiaan yang harus dijalankan kepada ayang, dan sebagainya.

C. Metode Pendidikan oleh Kung Fu Tze

 Kung Fu Tse adalah guru besar, banyak murid-muridnya dari jauh maupun dekat. Adapun metode nya disamakan dengan Socrates dan Yunani. Karena adanya persamaan bahwa 200 tahun sebelum Socrates metode Socrates telah ada. Adapun caranya adalah berjalan dari suatu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan ajaran yang disertai oleh pengikutnya yang setia. Selain mengajar, dia ingin supaya murid-muridnya mengajukan pendapat mengenai ajarannya.


     Sebagai guru Kung Fu Tse sangat mementingkan kapasitas individu. Jadi, ia berusaha keras supaya murid-muridnya nanti mempunyai pengetahuan yang tinggi dan luhur. Dengan demikian, kita dapat memberi kesimpulan bahwa pada zaman itu Kung Fu Tse telah mempergunakan metode baru, ialah memperhatikan minat dan bakat dari tiap-tiap muridnya. Sering kali Kung Fu Tse membawa murid-murid nya keluar sekolah supaya suasana lebih rileks dan diharapkan hubungan guru dengan murid dapat terjalin dengan baik. Tetapi meskipun demikian ada keburukannya ialah bahwa memberikan pelajaran nya yang terlalu mementingkan tentang ingatan. Sekolah-sekolah dipompakan ingatan untuk dapat diingat. Jadi, tujuan utama ialah supaya orang dapat mengingat secara cepat dan tepat. Metode ini kurang baik karena memperlambat anak dalam mengembangkan inisiatifnya. (Agung, Leo, 2016:61)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pendidikan di India

KESEHATAN DAN KEBERSIHAN SISWA